<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d4782905555578229564\x26blogName\x3dKumpulan+Cerpen+Islam\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://kumpulancerpenislam.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3din\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://kumpulancerpenislam.blogspot.com/\x26vt\x3d4130740566600968861', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>
‡ Asinka ‡

Nama :Galih Sasmito
Sekolah :SMA Muhammadiyah 03 Batu
E-mail :galih_sasmito@yahoo.co.id
Please enjoy in my blog(:


‡ Judul2 Cerpen ‡

tuhan-gue-mo-lapor
yang-terbaik-untuk-ku
antara-jamil-dan-jamilah
cinta-itu-kamu


karena-itulah-aku-cinta
jangan-menyebut-dua-frasa-itu
Peradilan Rakyat
Malam-Malam Nina
PECUNDANG


Pagi Bening Seekor Kupu-Kupu
‡ Kata mutiara hari ini ‡

"Hidup umpama eskrim. Nikmatilah ia sebelum cair.">

‡ Comment ‡

Silahkan kmu tulis komentar kmu di sini

Name :
Web URL :
Message :
:) :( :D :p :(( :)) :x
? Senin, 06 Oktober 2008

Kita memang tak selalu tau akan terjadi apa dihari ini, esok, dan seterusnya. Ya seperti aku ini, aku tak tau apa yang akan terjadi hari ini, esok dan seterusnya. Sama dengan Cinta, kita juga tak pernah mengetahui kapan cinta itu datang, dan kapan dia akan membuat kita merasa menjadi orang paling bahagia didunia. Begitupun sebaliknya kita juga tak akan pernah tau kapan cinta hilang dan membuat kita menjadi orang paling bodoh didunia.

Hari ini ? aku pun tak tau akan terjadi apa padaku, yang jelas akan ada segerombolan keluarga besar datang kerumahku. Selama 6 tahun aku menunggu sang pangeran ku itu, tibalah hari ini aku dilamarnya. Mas Hamsyah, itulah nama pria yang akan melamarku hari ini, setelah penantianku selama 6 tahun hingga kini aku bernajak 24 tahun, akhirnya aku akan dilamarnya juga. Senang sekali bisa mendapatkan apa yang kita inginkan, aku setia menanti karena aku mencintai dia, sangat! Setelah Rabbku dan kedua orang tuaku, dialah yang aku cintai. Selama 6 tahun dia mengejar S1, ditambah saat ini dia sedang S2, tapi karena kami fikir terlalu lama, dan dia juga sudah mempunyai penghasilan yang cukup untuk berkeluarga. Maka aku dan diapun segera menyelenggarakan niat mulia ini.

Gaun untuk acara lamaran sudah ku kenakan, makan-makanan mewah pun sudah tersajikan. Ibu tiba-tiba masuk kekamarku.

“Ruri, ibu nda nyangka kamu sudah akan dilamar. Ibu merasa senang sekali, ayah mu tadi bilang sama ibu, katanya kita bakal kesepian nanti ketika kamu sudah dinikahi. Baru dilamar saja ibu sudah merasa kehilangan!” tutur ibuku dengan wajah yang sendu.

Yah, setelah Kepergian kakak ku selamanya karena dipanggil Ilahi Rabbi, karena kecelakaan motor 8 tahun yang lalu, sekarang tinggalah aku anak semata wayang mereka. Aku mengerti akan perasaan mereka, tapi aku harus meneruskan jalan hidupku sebagai mana manusia lainya. Menyalurkan fitrah ku sebagai manusia yang mempunyai naluri.

Kubalas senyumnya,

“bu, kalau aku sudah menikah nanti, aku juga bakal sering-sering main kok kerumah ibu” ibu memelukku erat. Sedih dan bahagia hari itu kurusakan. Cinta akan ada yang datang, tapi akan ada kebersamaan yang hilang. Hmm,,,,.

Persiapan sudah tertata rapi, dari mulai penyambutan tamu dan saji menyajikan sudah mulai kulihat tersusun cantik dimeja makan. Keluarga ku pun sudah berkumpul di ruang keluarga. Ruang keluarga adalah ruangan favoritku, dimana aku bias berkumpul dengan mereka – mereka yang kusayangi. Sudah pukul 11, padahal acara yang direncenakan pukul 10. Tiba-tiba HP ku berdering mengawali tanda telpon masuk. Mas Hamsyah? Pasti dia mnegabari kalo perjalanan sedang Macet.

“assalamu’alaikum mas Hamsyah dimana? Keluarga udah pada kumpul nungguin mas” tutur ku dengan nada sedikit kesal, karena sekali lagi, menunggu itu suatu hal yang tidak mengenakkan.

“’alaykumsalam, ri……” nada bicara mas Hamsyah sangat gemetar, hatiku jadi terasa ngga enak.

“kenapa mas? Ada apa? Mas dan keluarga jadikan datang kerumah? Iyya kan mas?” pertanyaanku terus mendesak mas Hamsyah. Ya rabb, saat ini aku sedang ketakutan. Takut akan sesuatu hal menimpa diriku saat ini.

“ri, ma’af mas dan keluarga tidak bisa datang kerumahmu. Sekali lagi ma’af Ri “ serasa dunia runtuh saat Mas Hamsyah

“alasanya apa mas? Apa?” aku sambil terhentak, tak tahan aku menahan bendungan air mataku.

“biar nanti kujelaskan, tapi ma’af sekali lagi aku dan keluarga besarku minta ma’af……” langsung ku matikan telpon genggamku, aku menangis sejadinya didalam kamarku, tak tau apa yang kufuikirkan. Kenapa bias begini? Semua yang telah tersedia, semua yang telah kusiapkan dan keluarga ku sajikan, ya Allah ya Rabb, kenapa harus seperti ini?

Aku terus membantin, tiba-tiba ibu dan Ayah memasuki kamar ku dan bertanya apa yang telah terjadi. Dan aku tak kuasa menahan kesedihan ini. Tangisanku ku tumpahkan dipundak ibu.

“mas Hamsyah ngga jadi datang bu!” suara isak tangisku ku mengriringi penjelasanku. Ya rahman, ibu langsung memelukku dengan erat.

Malam begitu pekat oleh hitamnya kelambu hatiku, aku tak pedulikan semua keluarga mencemooh apa tentang aku dan mas Hamsyah, kuhubungi nomor HP nya pun tak pernah tersambung, entah apa yang terjadi denganya. Dan akupun terlelap dalam muara kesedihan.

Pagi. Hm…ternyata masih juga ku menjumpainya, aku kira aku sudah terlelap dan tak terbangun lagi, dan memang itu yang ku inginkan. Ibu, Ayah? Bagaimana dengan mereka? Keluarga ku? Tak sadar lagi aku telah menyakiti mereka. Kudapati HP ku terdapat 18 pesan yang belum kubaca. Banyak sekali, ku rasa ini dari beberapa kawanku mengucapkan selamat atas hari lamaranku yang mendadak batal kemarin. Ku buka satu persatu, ternyata benar rata-rata mengucapkan selamat atas hari lamaranku kemarin, andaikan saja mereka tau sebenarnya, hai….sahabatku Rere juga tak bias hadir kemarin karena dia sidang untuk skripsinya. Aku terhehtak melihat satu pesan. Mas Hamsyah!

“AsS, dek ma’afkan mas jika semua ini melukai km n keluarga. Tp ada hal yg sngt tdk mngkin untk kt bersama. Mas harap km bisa maklum, ahad jam 1 di Taman Asri kt ketemu, tenang kita tdk berdua!mas harp km dtng, dan hrs dtng! Wass”

ahad? Tiga hari lagi ? ada apalagi dengan mas Hamsyah, kucoba telpon balik tapi tak diangkat. Baiklah kalo ini maunya, aku akan menghadapi apapun yang akan kurasakan, karena inilah konsuensi dari sebuah keberanian.

***

Disebuah taman Pusat kota, Taman Asri, begitu indah namanya seindah tamanya, sebuah bangku berukuran tiga orang aku duduk menunggu sesosok pria tega datang. Lima menit kemudian aku melihat dia, jantungku serasa berhenti, berhenti, dan berhenti, muka ku memerah, dia……dia…..ah… tidak aku harap aku salah melihat orang. Tapi aku yakin itu dia, mas Hamsyah dengan seorang akhwat berjalan beriringanm sambil berpegang tangan? Maksudnya apa?

Mas Hamsyah? Entah apa yang ada dalam pikiran ku ini. Mereka mendekati, dan aku terus saja berdo’a agar Allah memberiku kekuatan, karena aku yakin Allah tidak akan pernah menguji hambanya diluar kemampuanya.

“dek….. Ruri” sapa nya, tubuhnya kelihatan lusuh, mukanya sedikit pucat, mungkin dia sebenarnya takut menghadapi semua ini.

“Assalamu’alaikum mas” jawab ku getir sambil menelan ludah, karena aku tak tau betapa sakitnya hatiku melihat kenyataan ini.

“Rur, kenalkan ini……ini” suara mas Hamsyah tertahan, lidahnya kelu. Bibirnya seakan susah bergerak. Tiba-tiba wanita itu

“saya Anggi, istrinya mas Hamsyah”

serasa petir disiang bolong menerpa ubun-ubunku. Istri? Apa aku tak salah dengar. Ku ambil tasku yang masih berada dibangku. Aku langsung mengambil langkah seribu untuk menghilang dari mereka, mas Hamsyah memanggilku dan mengejarku, tak kuhiraukan. Aku masih terus berlari hingga tak kusadari beberapa mata menuju padaku. Aku tak tau apa yang ada di pikiran mas Hamsyah. Cukup sudah aku tak mau mendengar penjelasan mas Hamsyah lagi.

Aku tak tau apa hati ini bisa terobati, apa semua hari-hariku bisa cerah kembali?

HILANG!

Empat tahun Sejak kejadian itu, aku lebih sibuk mengurusi hatiku tanpa mempedulikan hati orang lain, terutama Orang tua dan keluarga ku. Penantian, pengorbanan, dan semua yang telah kulakukan aku anggap sia-sia belaka. Aku lebih menjadi pendiam, sahabatkupun sulit sekali mendekati ku karena aku lebih menutup diri sekarang. Aku menjadi muak dengan jenis yang bernama laki-laki. Dan sejak saat itu pula aku beranggapan semua pria sama saja. Dan sampai saat ini aku pun belum tau kenapa mas Hamsyah seperti itu.

Sampe suatu saat Ayahku sakit-sakitan karena umurnya sudah terlampau tua. Hingga suatu saat dia menuntutku, menikah.

“Ri, ayah sudah tua. Sebaiknya segerakanlah penuhi separoh dien mu, umurmu sudah beranjak 28 tahun. Uhuk,,,uhuk,,,,” jelas Ayah sambil terbatuk-batuk. Aku duduk disamping tempat tidurnya, mataku menahan tumpahan air mata.

“Ayah….” Belum selesai aku berbicara ayah langsung memotong pembicaraanku. “Ri, Ayah ingin sekali menjadi Walimu sebelum terlambat” perkataan Ayah membuatku kaget setngah mati. Aku langsung memeluk Ayah.

Aku segera bergegas kerumah Teh ‘Ai kebetulan beliau guru ngajiku, untung saja dia ada dirumah, aku lupa mengkontak nya. Karena aku terburu-buru. “Assalamu’alaikum” tiba-tiba dengan satu kali salam pintu terbuka. “Alaykumsalam, eh dek Ruri, masuk-masuk” Teh ‘Ai mempersilahkanku masuk. “mau minum apa nih dek!” tawarnya.

“Ngga usah mba, aku boleh minta waktu nya sebentar?” “Ya boleh donk, kebetulan ngga ada jadwal ngisi hari ini” jawabnya sambil tersenyum, kadang kelembutanya ini yang membuatku nyaman berada didekatnya. Aku menceritakan semua kejadian ku dengan mas Hamsyah, dan aku sempat kaget terperanjat, karena mas Hamsyah adalah sepupu teh ‘Ai. Akhirnya dia menjelaskan ada apa dengan mas Hamsyah, ternyata mas Hamsyah itu dijodohkan dengan keluarganya, jadi pas dia akan melamarku dia sedang Akad nikah disana. Tapi tetap saja aku merasa dipermainkannya, tak berlama aku pun bercerita tentang aku dan tekanan keluargaku agar aku segera menikah.

“bagaimana teh, bisa mencarikan calon untukku?” tanyaku tanpa rasa malu sedikitpun. Niatku menikah karena tekanan dari orang tua saja saat itu.

“akan aku usahakan secepatnya, dan aku atas nama kelaurga besarku mohon ma’af atas kejadian mu dengan mas Hamsyah!” Teh ‘Ai memelukku dengan erat, aku tau pelukkan itu adalah pelukkan dia bersimpati dan mencoba merasakan apa yang aku rasa, kulihat wajahnyapun gerimis.

Satu minggu kemudian aku dikenalkan dengan seorang pria, dan aku sempat tak percaya ternyata pria itu adalah, Bang Rahman, ketua OSIS waktu aku SMU, dia adalah kakak kelasku. Empat hari sesudah perkenalan Aku sedang kaku berdiri dihadapanya, dia memegang erat tanganku sambil bercerita dan menunjukkan sebuah kotak, “Dek, coba dibuka!” perintah, lalu kubuka kotak itu, aku masih gemetar dengan sosok pria yang berada dihadapanku sambil merangkulku.

Kumulai membuka kotak itu, dan kulihat isinya, ada fotoku, tanda tangan kelulusan, dan sebuah gantungan kunci. Dan aku ingat, foto itu fotoku waktu SMU dulu, gantungan kunci itu gantungan kunciku yang hilang waktu SMU juga, dan tanda tangan? Kenapa ada tanda tanganku? “Tanda tangan?” tanyaku pelan

“Iya, tanda tangan kamu, yang waktu partisipasi penolakan ganti kepala sekolah, inget ngga?”

“oya, aku ingat, loh kenapa disimpen? Bukankah yang tanda tangan banyak?” “iya, karena dari dulu kamu memang special dihatiku, sampai 10 tahun aku menunggu dan Allah memberikan kenikmatanya sekarang, sungguh aku bersyukur. Kemarin aku hanya bisa memandangmu dari jauh, selama 10 tahun Ruri. 10 tahun, Allah menetapkan rasa sayangku ini, sehingga aku liar mencari ilmu, dan akhirnya gelar S2, telah kuraih. Aku bingung mau kemana lagi, saat itu aku selalu tau kabarmu, akhirnya kau menyerah juga. Hehehe….” Akupun tertawa lepas.

“oia, aku juga tau kisah mu dengan Hamsyah, dan ma’af aku sempat memukulnya karena dia menyakitimu” aku terdiam dibuatnya. “maksudnya?” tanyaku

“Iya, pada saat itu aku tau kamu akan dilamarnya, dengan berat hati akupun iktu bahagia, dan akupun tau kejadianya, aku langsung saja menemui dia, satu pukulan dan satu kata melayang kewajahnya dek” “emang abang bilang apa?”

“Cuma bilang bajingan” Bang Rahman tertawa lepas, aku takjub, ternyata ada orang yang selama ini mencintai dan memperhatikan aku tulus. Ya Allah, inilah yang terbaik untuk Hambamu, sudah larut, kamipun tertidur karena kelelahan menjalankan akad dan resepsi walimahan hari ini.

[NN]



{ Enjoy it }

05.11